Friday, October 10, 2014

Jaran Kepang


                  Mungkin sudah cukup umum ketika sebuah desa memiliki kesenian jaran kepang (kuda lumping). Namun, jaran kepang di Desa ini sedikit berbeda dengan yang disajikan di desa lain. Kuda lumping disini tidak menonjolkan unsur ekstrim ketika ada salah satu pemain yang kerasukan. Mereka lebih menonjolkan unsur intrinsik di dalamnya. Jaran Kepang yang bernama “Argo Laras” ini tidak mengedepankan tarian kuda lumping, memang sepintas mirip namun jika Anda menyaksikan dengan seksama, tarian tersebut berisikan sebuah kisah tentang perang tandhing antara Haryo Panangsang dan Danang Sutawijaya.
            Ketika Anda menonton secara langsung Anda akan dikejutkan dengan sebuah pentas yang sederhana namun indah, alunan musik yang tegas, menggema, dan seirama. Paduan suara saron, demung, kendang dan gong yang juga dibubuhi sedikit sentuhan alat musik modern seperti bass, dan piringan drum membuat suara yang dihasilkan semakin sedap didengar.
Ditambah lagi suara dentingan lonceng yang ramai ditimbulkan dari gelang kaki yang dipakai setiap pemain kuda lumping tersebut. Dasar gerakan tarian kuda lumping yang memang tegas membuat langkah kaki yang disajikan juga tegas “crik crik crik” akan menghiasi sepanjang tarian kuda lumping tersebut berlangsung.
                Pertunjukan kuda lumping tentu saja akan terasa kurang tanpa kostum pemain yang sesuai.  Kostum sederhana namun penuh dengan sentuhan etnik membuat kostum yang mereka kenakan kental akan nilai budaya. Kemudian, make up  yang mereka kenakan juga sangat mempertegas sifat yang mereka bawakan. Perlu Anda ketahui, mereka merias diri mereka sendiri tanpa bantuan penata rias, dan yang perlu Anda ketahui keseluruhan dari mereka adalah kaum laki-laki.
                Menyaksikan jaran kepang dari Peron khususnya Dusun Ketro ini pasti akan membuat Anda tidak bisa behenti berdecak kagum, apalagi jika Anda mengetahui bahwa sebagian pemain kuda lumping tersebut masih anak-anak di bawah umur. Mungkin Anda tidak bisa membedakan mereka ketika dilihat dari riasan wajahnya kecuali dari postur tubuhnya yang masih kecil. Umur mereka yang masih muda sangat perlu diapresiasi karena walau umur mereka masih belia, mereka mampu dengan luwes menari mengikuti irama, hal yang terpenting adalah mereka masih peduli dan mau untuk melestarikan budaya setempat.
                Satu hal lagi yang perlu Anda ketahui, sekitar lima tahun silam, kelompok kuda lumping dari Desa Peron ini berhasil masuk ke dalam lima besar nasional kuda lumping di Indonesia dan tampil di TMII. Dari berbagai paparan tersebut patutlah jika Anda penasaran untuk menyaksikan pertunjukan kuda lumping tersebut secara langsung.

No comments:

Post a Comment